A. PENGERTIAN PANCASILA
Untuk memahami pancasila secara kronologis baik
menyangkut rumusannya maupun peristilahannya, maka pengertian pancasila
meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari
India. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki
dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca dan Sila. Panca artinya lima,
sila artinya batu sendi, alas, dasar, peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari
Pancasila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India.Dalam ajaran
Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui Samadhi dan
setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda.Ajaran moral tersebut
adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada
tinjauan terhadap perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945
sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968.
Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian,
yakni:
a. Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka
baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan
Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);
b. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968
tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada
lagi.
1) Sidang BPUPKI – 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945
Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr.
Muhammad Yamin menyampaikan telaah pertama tentang dasar negara Indonesia
merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri
Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia tidak
memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara.
Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang
sama, Ir. Soekarno juga mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut: 1)
Kebangsaan Indonesia;
2) Internasionalisme; 3) Mufakat atau Demokrasi;
4) Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Dan dalam pidato yang
disambut gegap gempita itu, ia mengatakan: “… saja namakan ini dengan petundjuk
seorang teman kita – ahli bahasa, namanja ialah Pantja Sila …” (Anjar Any,
1982:26).
2) Piagam Jakarta 22 Juni 1945
Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut
kemudian dikembangkan oleh “Panitia 9” yang lazim disebut demikian karena
beranggotakan sembilan orang tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan
Islam dan Nasionalisme. Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr.
A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Mr.
Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin.
Rumusan sistematis dasar negara oleh “Panitia 9”
itu tercantum dalam suatu naskah Mukadimah yang kemudian dikenal sebagai
“Piagam Jakarta”, yaitu:
a) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemelukknya;
b) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab;
c) Persatuan Indonesia;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
e) Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945,
“Piagam Jakarta” diterima sebagai rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi)
Negara Republik Indonesia. Rancangan tersebut – khususnya sistematika dasar
negara (Pancasila) – pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa;
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab;
c) Persatuan Indonesia;
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
sebagaimana tercantum dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945.
3) Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara
(1950)
Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan
UUD 1945 tersebut, Pancasila dirumuskan secara „lebih singkat‟ menjadi: 1)
Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4)
Kerakyatan; 5) Keadilan sosial.
Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi
kecenderungan menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis
atau untuk lebih mengingatnya dengan variasi sebagai berikut: 1) Ketuhanan; 2)
Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat; 5) Keadilan
sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika Pancasila itu
bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden
5 Juli 1959 yang secara implisit tentu mengandung pula pengertian bahwa rumusan
Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
4) Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968
Rumusan yang beraneka ragam itu selain
membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang
pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual
yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang
nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya
tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi
Presiden RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
B. Asalmula Kelahiran UUD 1945
UUD 1945—yang disahkan oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945—terdiri
atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Ketiganya sebagai satu-kesatuan
pemahaman UUD (hukum dasar tertulis) yang utuh.
Artinya, Penjelasan sebagai
kelengkapan dari Batang Tubuh; Batang Tubuh
sebagai perwujudan dari
Pembukaan. Pembukaan sendiri merupakan Teks
Poklamasi yang terinci dan
lengkap.
Teks Proklamasi itu merupakan dokumen pernyataan
politik dari proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia. Proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945—merupakan titik
kulminasi dari perjuangan kemerdekaan
bangsa Indonesia sejak dijajah pertamakalinya
tahun 1596 (oleh Belanda) di daerah
tanggalBanten—yang kini menjadi Propinsi Banten.
Teks Proklamasi dirumuskan atas dasar ampera
(amanat penderitaan rakyat:
kemerdekaan, persatuan, keadilan, kesederajatan,
kemakmuran, dst.) selama 353,5
tahun—dan bahkan lebih jauh lagi ke belakang
sejak perjuangan kemerdekaan
rakyat terhadap feodalisme penguasa suku-suku
asli dan kerajaan-kerajaan domestik.
Tegasnya, ampera-lah yang mendorong dibuat dan
dibacakannya Teks Proklamasi.
Dengan demikian, UUD 1945 akan dapat dipahami
dengan benar dan tepat
apabila nilai-nilai yang terkandung dalam
Pembukaannya dipahami terlebih dahulu
sebagai uraian terinci dan lengkap dari
substansi Teks Proklamasi. Di sini jelas
bahwa UUD 1945 tidak lahir mendadak di saat-saat
menjelang tanggal 18 Agustus
1949, tetapi ia lahir di dalam dan selama proses
perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Karenanya, untuk mengerti dan
menghayati UUD 1945 tidak cukup
hanya dengan membaca teksnya saja. Ini berarti
bahwa dalam penerapan dan
perubahannya harus dengan cermat untuk mau
menelusuri asalmula kelahirannya
agar tidak tercabut dari akar-sejarahnya.
C. Proses Perumusan UUD 1945
Istilah ‘pancasila’ dikemukakan pertamakalinya
oleh Ir. Soekarno pada
tanggal 1 Juni 1945 di saat ia mendapat giliran
berpidato sesudah M. Yamin dan
Soepomo. Sila-sila dari ‘pancasila’ memang
secara formal (di dalam Sidang-sidang
BPUPKI) dikemukakan oleh ketiga
tokoh-konseptor/perumus (M. Yamin, Soepomo,
dan Soekarno). Ketiganya sama-sama mengusulkan
kata-kata-kunci yang serupa
(hampir sama), yang berbeda adalah tata
urutannya. Namun demikian, dalam
sidang-sidang BPUPKI itu tidak diputuskan usulan
Pancasila dari siapa yang sebagai
‘calon’ dasar-negara dari negara yang akan
didirikan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945—setelah Indonesia
memproklamasikan
kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945—barulah
disepakati oleh bangsa
Indonesia (melalui pengesahan PPKI) bahwa
Pancasila sebagai dasar-negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah
‘pancasila’-nya sendiri tidak
ditulis/dikukuhkan dalam UUD 1945. Yang
dikukuhkan adalah kelima-sila yang
substansinya pernah disampaikan oleh ketiga
tokoh-konseptor/perumus tersebut.
Rumusannya itu pun telah mengalami perubahan
baik dalam tata-urutan maupun
dalam tata-kata. Rumusan lima-sila yang
termuat/tertulis pada Pembukaan UUD
1945 itu lah yang kemudian sebagai rumusan
Pancasila yang resmi dan sah.
Rumusan ini pula yang kemudian menjadi ‘roh’
dari substansi Pembukaan UUD
1945.
Di sini jelas bahwa UUD yang berkedudukan
sebagai konstitusi-negara
adalah UUD 1945 yang di dalam Pembukaannya
termuat rumusan Pancasila yang
merupakan kesepakatan bangsa Indonesia (melalui
PPKI) dan yang sila-pertamanya
adalah yang bukan seperti yang terumus di dalam
Piagam Jakarta. Atas dasar
pemahaman UUD 1945 seperti inilah yang
Arti bulir" pancasila
MAKNA SILA-SILA PANCASILA
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima
(sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
Menjamin penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya
kehidupan beragama. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi
ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh
kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik
agama.
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab
Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya
sebagai makhluk Tuhan Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
1. Nasionalisme.
2. Cinta bangsa dan tanah air.
3. Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau
kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Hakikat sila ini
adalah demokrasi. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara
bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.Dalam melaksanakan keputusan
diperlukan kejujuran bersama.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis
dan meningkat.
Seluruh kekayaan alam dan sebagainya
dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
Melindungi yang lemah agar kelompok warga
masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangny
a.Etika Politik Kenegaraan
Dalam kedudukannya sebagai etika politik
kenegaraan, ditegaskan bahwa makna lima sila dalam Pancasila:Sila pertama, negara
wajib:
(1)
Menjamin kemerdekaan setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk
beribadah menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik
.(2)
Memajukan toleransi dan kerukunan agama(
3)
Menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai
tanggung jawab yang suci.Sila Kedua, mewajibkan:
(1)
Negara untuk mengakui dan memperlakukan semua warga sebagai manusia yang
dikaruniai martabat mulia dan hak-hak serta kewajiban kewajiban asasi
(2) Semua
bangsa sebagai warga dunia bersama-sama membangun di dunia baru yang lebih baik
berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosialSila ketiga
mewajibkan negara untuk membela dan mengembangkan Indonesia sebagai suatu
negara yang bersatu, memiliki solidaritas yang tinggi dan hidup rukun, membina
dan menjunjung tinggi kebudayaan dan kepribadian nasional, serta memperjuangkan
kepentingan nasional.
Sila keempat mewajibkan negara untuk mengakui
dan menghargai kedaulatan rakyat serta mengusahakan agar rakyat melaksanakan
kedaulatannya secara demokratis tanpa diskriminasi melalui wakil-wakilnya.
Negara wajib mendengarkan suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan seluruh
rakyat.
Sila Kelima mewajibkan negara untuk:
(1)
Mengikutsertakan seluruh rakyat dalam kehidupan ekonomi, sosial dan
budayaMembagi beban dan hasil usaha bersama secara proporsional di antara semua
warha negara dengan memperhatikan secara khusus mereka yang lemah kedudukannya
agar tidak terjadi ketidakadilan serta kewenang-wenangan dari pihak yang kuat
terhadap pihak yang lemah.
MAKNA SETIAP SILA PANCASILA1. Ketuhanan Yang Maha EsaMakna sila
ini adalah:· Percaya dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.· Hormat dan menghormati serta bekerjasama
antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda
sehingga terbina kerukunan hidup.·
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.· Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.· Catatan: frasa Ketuhanan Yang Maha Esa
bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama monoteis namun frasa ini
menekankan ke-esaan dalam beragama.2. Kemanusiaan Yang Adil Dan BeradabMakna
sila ini adalah:· Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.· Saling mencintai sesama
manusia.· Mengembangkan sikap
tenggang rasa.· Tidak semena-mena
terhadap orang lain.· Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan.· Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.·
Berani membela kebenaran dan keadilan.· Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus
mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.3. Persatuan IndonesiaMakna sila ini adalah:· Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.·
Rela berkorbandemi bangsa dan negara.· Cinta akan Tanah Air.· Berbangga sebagai bagian dari
Indonesia.· Memajukan pergaulan
demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.4. Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/PerwakilanMakna
sila ini adalah:· Mengutamakan
kepentingannegara dan masyarakat.·
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.· Mengutamakan budaya rembug atau
musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.· Berrembug atau bermusyawarah sampai
mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.5.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh RakyatIndonesiaMakna sila ini adalah:· Bersikap adil terhadap sesama.· Menghormati hak-hak orang lain.· Menolong sesama.· Menghargai orang lain.· Melakukan pekerjaan yang berguna bagi
kepentingan umum dan bersama.Sumber : google.com
BIDANG HUKUMPengembangan prinsip-prinsip yang
berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain
:> Perdamaian—bukan perang.>
Demokrasi—bukan penindasan.> Dialog—bukan konfrontasi.> Kerjasama—bukan
eksploitasi.> Keadilan—bukan standar ganda.Pertahanan dan Keamanan Negara
harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya hidup manusia sebagai mahluk
Tuhan Yang Maha Esa, harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan dan hankam. Pertahanan dan keamanan harus diletakkan pada
fungsi yang sebenarnya sebagai soatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara
yang berdasarkan kekuasaan.Pertahanan dan Keamanan, Pancasila dapat dijadikan
sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line
at which supervision should give way to State’s discretion in enacting or
enforcing its law, striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and
a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than
interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute,
A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging
confrontantions.Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang
hukum Alan mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum
yang bernuansa “law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan
dengan “law enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law
awareness”. Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan
kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:1. Pada saat
dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses amandemen2. Pada
saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia3. Pada saat proses internal
di mana The Founding Fathers menentukan urutan Pancasila.Mengingat TNI sebagai
bagian integral bangsa Indonesia senantiasa memegang teguh jati diri sebagai
tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional berperan serta mewujudkan
keadaan aman dan rasa aman masyarakat, sesuai perannya sebagai alat petahanan
NKRI. TNI sebagai bagian dari rakyat berjuang bersama rakyat, senantiasa
menggugah kepedulian TNI untuk mendorong terwujudnya kehidupan demokrasi, juga
terwujudnya hubungan sipil militer yang sehat dan persatuan kesatuan bangsa
melalui pemikiran, pandangan, dan langkah-langkah reformasi internal
ini.Beberapa arah kebijakan negara yang tertuang dalam GBHN, dan yang harus
segera direlisasikan, khususnya dalam bidang hukum antara lain:Menata sistem
hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati
hukum agama dan hukum adat serta memperbarui Undang-undang warisan kolonial dan
hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidak adilan gender dan ketidak
sesuaiaannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.Meningkatkan
integritas moral dan keprofesionalan para penegak hukum, termasuk Kepolisian
RI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan,
dukungan
Aktualisasi Pancasila dapat
dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi obyektif dan subyektif. Akualisasi
Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan
yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislative, eksekutif maupun
yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti
politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN,
pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lannya. Adapun
aktualisasi Pancasila Subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga
negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan
elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar memiliki moral
Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Para founding father kita dengan
cerdas dan jitu telah merumuskan formula alat perekat yang sangat ampuh bagi
negara bangsa yang spektrum kebhinekaannya teramat lebar (multfi-facet natio
state) seperti Indonesia. Alat perekat tersebut tiada lain daripada Pancasila yang
berfungsi pula sebagai ideologi, dasar negara serta jatidiri bangsa. Sampai
kiniPancasila diyakini sebagai yang terbaik dari sekian alternatif yang
ada,merupakan ramuan yang tepat dan mujarab dalam mempersatukan bangsa,
sehinggaProf. Dr. Syafi’i Maarif menyebutnya sebagai “Indonesia Masterpiece”
(Karya Agung Bangsa Indonesia). Namun demikian Pancasila tidak akan dapat
memberimanfaat apapun manakala keberadannya hanya bersifat sebagai konsep atau
software belaka.
Untuk dapat berfungsi penuh
sebagai perekat bangsa. Pancasila harus diimplementasikan dalam segala tingkat
kehidupan, mulai dari kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Pancasila), dan dalam segala aspek meliputi politik, ekonomi, sosial budaya,
dan hukum sebagai berikut :
2.1.BIDANG POLITIK
Landasan aksiologis (sumber
nilai) system politik Indonesia adalah dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV “…..
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang
dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang Berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemasusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia”. Sehingga
system politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila.
Globalisasi merupakan sekutu
masyarakat dan bukan lawan seperti terkesan selama ini. Tetapi perlu diingat
pula bahwa setiap agenda politik Indonesia di era global harus sejalan dengan
apa yang menjadi aspirasi dan kepentingan rakyat Indonesia. Selama ini, sedang
gencar-gencarnya Negara maju dalam melakukan politik luar negeriny yang selalu
mengintervensi Negara lain dengan tujuan tertentu. Misalnya, menyangkut
ekspolitasi sumber daya alam di Freeport, pertambangan Blok Cepu, dan
tempat-tempat yang melalui agenda politiknya.
Selain itu, terjadi intervensi
politik berkaitan dengan isu demokrasi, hak asasi manusia, terorisme, lingkungan
hidup yang justru merugikan negara kuat. Oleh karena itu, sebagai pengamalan
dari Pancasila Indonesia perlu memosisikan diri dalam mengambil sikap politik
yang berorientasi pada kepentingan nasionalnya, bukan pada kepentingan Negara
lain.
Dimana demokrasi pancasila itu
merupakan system pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula
kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah
pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan
keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam
organisasi sosial politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus
mengikuti pedoman pengamalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena
mereka selain warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan
begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup
bangsa Indonesia akan terwujud.
Sejak Republik Indonesia berdiri,
masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme selalu muncul ke permukaan.
Bermacam-macam usaha dan program telah dilakukan oleh setiap pemerintahan yang
berkuasa dalam memberantas korupsi tetapi secara umum hukuman bagi mereka tidak
sebanding dengan kesalahannya, sehingga gagal untuk membuat mereka kapok atau
gentar. Mengapa tidak diterapkan, misalnya hukuman mati atau penjara 150 tahun
bagi yang terbukti.
Para elit politik dan golongan
atas seharusnya konsisten memegang dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila
dalam setiap tindakan. Dalam era globalisasi saat ini , pemerintah tidak punya
banyak pilihan. Karena globalisasi adalah sebuah kepastian sejarah, maka
pemerintah perlu bersikap. ”Take it or Die” atau lebih dikenal dengan istilah
”The Death of Government”. Kalau kedepan pemerintah masih ingin bertahan hidup
dan berperan dalam paradigma baru ini maka orientasi birokrasi pemerintahan
seharusnya segera diubah menjadi public services management.
2.2.BIDANG EKONOMI
Seiring dengan kemajuan teknologi
Informasi yang menghadirkan kemudahan dalam melakukan akses informasi,
aktifitas perekonomian berkembang pesat melampaui batas Negara. Kemajuan
tersebut telah mendorong globalisasi ekonomi yang membentuk pasar bebas.
Regionalisme dan aliansi ekonomi berkembang pesat dengan adanya aliansi-aliansi
ekonomi seperti Asia-Pasific Economic Cooperation ( APEC ), ASEAN Free Trade
Agreement ( AFTA ), North American Free Trade Agreement ( NAFTA ), dan European
Union ( EU). Pemberlakuan pasar bebas dan perdagangan bebas menciptakan iklim
kompetisi yang ketat, mendorong setiap negara mendorong mengembangkan
produk-produk unggulan yang kompetitif.
Ekonomi menurut pancasila adalah
berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan
namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan
bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam
menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari
mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini
dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan
kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan
tidak saling menjatuhkan.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila
yang meliputi :
1. ekonomika etik dan ekonomika
humanistik
2. nasionalisme ekonomi &
demokrasi ekonomi
3. ekonomi berkeadilan social.
Namun pada kenyataannya, sejak
pertengahan 1997 krisis ekonomi yang menimpa Indonesia masih terasa hingga hari
ini. Di tingkat Asia, Indonesia yang oleh sebuah studi dari The World Bank
(1993) disebut sebagai bagian dari Asia miracle economics, the unbelieveble
progress of development, ternyata perekonomiannya tidak lebih dari sekedar
economic bubble, yang mudah sirna begitu diterpa badai krisis (World Bank,
1993).
Seorang pengamat Ekonomi
Indonesia, Prof. Laurence A. Manullang, mengatakan bahwa selama bertahun-tahun
berbagai resep telah dibuat untuk menyembuhkan penyakit utang Internasional,
tetapi hampir disepakati bahwa langkah pengobatan yang diterapkan pada krisis
utang telah gagal. Fakta yang menyedihkan adalah Indonesia sudah mencapai
tingkat ketergantungan (kecanduan) yang sangat tinggi terhadap utang luar
negeri. Sampai sejauh ini belum ada resep yang manjur untuk bisa keluar dari
belitan utang. Penyebabnya adalah berbagai hambatan yang melekat pada praktik
yang dijalankan dalam sistem pinjaman internasional, tepatnya negara-negara
donor (Bogdanowicz-Bindert, 1993).
Keputusan pemerintah yang
terkesan tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan untuk segera memasuki industrialisasi
dengan meninggalkan agraris, telah menciptakan masalah baru bagi national
economic development. Bahkan menurut sebagian pakar langkah Orde baru dinilai
sebagai langkah spekulatif seperti mengundi nasib, pasalnya, masyarakat
Indonesia yang sejak dahulu berbasis agraris Sebagai konsekuensinya, hasil yang
didapat, setelah 30 tahun dicekoki ideologi ‘ekonomisme’ itu justru kualitas
hidup masyarakat Indonesia semakin merosot tajam (dekadensia).
Jika hingga saat ini kualitas
perekonomian belum menampakkan perubahan yang signifikan, tidak menutup
kemungkinan, akan mendapat pukulan mahadasyat dari arus globalisasi.
Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses pemberdayaan masyarakat
lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara kemanjaan (ketergantungan)
pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan akomodasi bentuk perekonomian
masyarakat yang tersebar (diversity of economy style) di seluruh pelosok negeri
tidak tersentuh. Hal ini juga terlihat jelas pada kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak proporsional, tidak mencerminkan model perekonomian yang
telah dibangun oleh para Founding Father terdahulu. Hal ini dapat dilihat pada
beberapa kasus, misalnya, pencabutan subsidi di tengah masyarakat yang sedang
sulit mencari sesuap nasi, mengelabuhi masyarakat dengan raskin (beras untuk
rakyat miskin), atau jaring pengaman sosial (JPS) lain yang selalu salah
alamat.
2.3.BIDANG SOSIAL BUDAYA
Perkembangan dunia yang tanpa
batas dapat menimbukan dampak positif maupun dampak negativ. Dari setiap dampak
yang ditimbulkan, dalam bidang sosial budaya tampak nyata berpengaruh dalam
setiap aktivitas kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat ditunjukan
adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern dan konsumtif,
bahkan menggeser nilai-nilai lokal yang selama ini diprtahankan. Sikap yang
harus ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia sebagai pengamalan dari Pancasila
dalam menghadapi nilai-nilai globalisasi, terutama dalam kehidupan social
budaya.
Berikut sikap pengamalan dari
pancasila dalam menghadapi kehidupan sosial saat ini, yaitu :
1. Gaya hidup masyarakat harus
diselaraskan dengan nilai, norma, estetika, terutama yang berkaitan dengan mode
pakaian, pergaulan dan kebiasaan hidup, serta adat istiadat. Sikap yang harus
ditunjukkan terhadap pengaruh tersebut , adalah dengan adanya himbauan,
pendidikan, bahkan aturan yang tegas terhadap fenomena tersebut dalam menjaga
nilai-nilai yang selama ini dijaga oleh bangsa Indonesia. Cara efektif dalam
menangkalnya adalah dengan melalui pendidikan formal maupun nonformal, baik
disekolah, pendidikan keagamaan dan acara-acara lain yang memberikan perhatian
terhadap etika dan moral bangsa Indonesia.
2. Sikap individualisme yang
memengaruhi budaya masyarakat Indonesia yang biasa bergotong-royong dan
kekeluargaan. Hal tersebut perlu diperhatikan dalam kehidupan social masyarakat
Indonesia.
3. pengaruh sikap materialistis
dan sekularisme, yaitu sikap yang lebih mementingkan nilai materi daripada yang
lainnya sehingga dapat merusak sendi-sendi kehidupan yang menjunjung keadilan
dan moralitas. Selain itu, sekularisme perlu juga diwaspadai karena Indonesia
sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan.
Perobahan sosial berikutnya bahwa
pluralitas tidak terfocus hanya pada aspek SARA, tetapi dimasa yang akan datang
kemajemukan masyarakt Indonesia yang sangat heterogen ditandai dengan adanya
sinergi dari peran, fungsi dan profesionalisme individu atau kelompok. Sehingga
kontribusi profesi individu/kelompok itulah yang akan mendapat tempat dimanapun
mereka berprestasi.
Ini menunjukan bahwa filter
Pancasila tidak berperan optimal, itu terjadi karena pengamalan Pancasila tidak
sepenuhnya dilakukan oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan
lanjut agar budaya bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila. Pembudayaan
Pancasila tidak hanya pada kulit luar budaya misalnya hanya pada tingkat
propaganda, pengenalan serta pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat
kemampuan mental kejiwaan manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan
kehendak manusia.
2.4.BIDANG HUKUM
Pancasila bukan mendadak terlahir
pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetapi melalui proses panjang
sejalan dengan panjangnya perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pancasila
terlahir dalam nuansa perjuangan dengan melihat pengalaman dan gagasan-gagasan
bangsa lain, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan-gagasan bangsa
Indonesia sendiri. Oleh sebab itu, Pancasila bisa diterima sebagai dasar negara
Indonesia merdeka. Sejarah telah mencatat, kendati bangsa Indonesia pernah
memiliki tiga kali pergantian UUD,tetapi rumusan Pancasila tetap
berlakudidalamnya.
Kini, yang terpenting adalah
bagaimana rakyat, terutama kalangan elite nasional, melaksanakan Pancasila
dalam segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan lagi menjadikan
Pancasila sekadar rangkaian kata-kata indah tanpa makna. Jika begitu, maka
Pancasila tak lebih dari rumusan beku yang tercantum dalam Pembukaan UUD ’45.
Pancasila akan kehilangan makna bila para elite tidak mau bersikap atau
bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bila Pancasila tidak tersentuh
dengan kehidupan nyata, Pancasila tidak akan bergema. Maka, lambat-laun
pengertian dan kesetiaan rakyat terhadap Pancasila akan kabur dan secara
perlahan-lahan menghilang.
Di depan Sidang Umum PBB, 30
September 1960, Presiden Soekarno menegaskan bahwa ideologi Pancasila tidak
berdasarkan faham liberalisme ala dunia Barat dan faham sosialis ala dunia
Timur. Juga bukan merupakan hasil kawinan keduanya. Tetapi, ideologi Pancasila
lahir dan digali dari dalam bumi Indonesia sendiri. Secara singkat Pancasila
berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama), nasionalisme (sila kedua),
internasionalisme (sila ketiga), demokrasi (sila keempat), dan keadilan sosial
(sila kelima). Dan dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar
adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 sesuai dengan
Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000.
Dalam kehidupan kebersamaan antar
bangsa di dunia, dalam era globalisasi yang harus diperhatikan, pertama,
pemantapan jati diri bangsa. Kedua, pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis
pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain:
1. Perdamaian—bukan perang.
2. Demokrasi—bukan penindasan.
3. Dialog—bukan konfrontasi.
4. Kerjasama—bukan eksploitasi.
5. Keadilan—bukan standar ganda.
Namun saat ini betapa rapuhnya
sistem dan penegakkan hukum (law enforcement) di negeri ini dan karena itu
merupakan salah satu kendala utama yang menghambat kemajuan bangsa, sistem hukum
yang masih banyak mengacu pada sistem hukum kolonial, penegakkan hukum yang
masih terkesan tebang pilih, belum konsisten merupakan mega pekerjaan rumah
serta jalan panjang yang harus ditempuh dalam bidang hukum, Kepercayaan
masyarakat terhadap supremasi hukum, termasuk lembaga-lembaga penegak hukum,
kian terpuruk . contohnya setelah putusan Kasasi Akbar Tanjung, sebagian besar
masyarakat menganggap putusan Mahkamah Agung itu mengusik keadilan masyarakat
sehingga menimbulkan rasa kekecewaan yang sangat besar. Akibatnya, kini ada
kecenderungan munculnya sinisme masyarakat terhadap setiap gagasan dan upaya
pembaharuan hukum yang dimunculkan oleh negara maupun civil society.
Sesungguhnya, Pancasila bukan
hanya sekadar fondasi nasional negara Indonesia, tetapi berlaku universal bagi
semua komunitas dunia internasional. Kelima sila dalam Pancasila telah
memberikan arah bagi setiap perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan
nilai-nilai yang berlaku universal. Tanpa membedakan ras, warna kulit, atau
agama, setiap negara selaku warga dunia dapat menjalankan Pancasila dengan
teramat mudah. Jika demikian, maka cita-cita dunia mencapai keadaan aman,
damai, dan sejahtera, bukan lagi sebagai sebuah keniscayaan, tetapi sebuah
kenyataan. Karena cita-cita Pancasila sangat sesuai dengan dambaan dan
cita-cita masyarakat dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar