Risalah Islam dilanjutkan oleh Nabi Muhammad
saw. di Jazirah Arab pada abad ke-7 ketika Nabi Muhammad s.a.w. mendapat wahyu
dari Allah swt. Setelah wafatnya nabi Muhammad s.a.w. kerajaan Islam berkembang
hingga Samudra Atlantik di barat dan Asia Tengah di Timur. Hingga umat Islam
berpecah dan terdapat banyak kerajaan-kerajaan Islam lain yang muncul.
Namun, kemunculan kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan
Umayyah, Abbasiyyah, Turki Seljuk, dan Kekhalifahan Ottoman, Kemaharajaan
Mughal, India,dan Kesultanan Melaka telah menjadi kerajaaan yang besar di
dunia. Banyak ahli-ahli sains, ahli-ahli filsafat dan sebagainya muncul dari
negeri-negeri Islam terutama pada Zaman Emas Islam. Karena banyak kerajaan
Islam yang menjadikan dirinya sekolah.
Pada abad ke-18 dan ke-19, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke
tangan Eropa. Setelah Perang Dunia I, Kerajaan Turki Utsmani yang merupakan
kerajaan Islam terakhir tumbang.
Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam merupakan sebuah kawasan
yang sangat mundur. Kebanyakkan orang Arab merupakan penyembah berhala dan yang lain
merupakan pengikut agama Kristen danYahudi. Mekah ketika itu merupakan tempat suci bagi bangsa
Arab. karena di tempat tersebut terdapat berhala-berhala agama mereka dan juga
terdapat Sumur Zamzam dan yang paling penting adalahKa'bah.
Nabi Muhammad saw dilahirkan di Makkah pada Tahun Gajahyaitu
pada tanggal 12 Rabi'ul Awal atau pada tanggal 21 April (570 atau 571 Masehi).
Nabi Muhammad merupakan seorang anak yatim sesudah ayahnya Abdullah bin Abdul
Muttalib meninggal ketika ia masih dalam kandungan dan ibunya Aminah binti
Wahab meninggal dunia ketika ia berusia 7 tahun. Kemudian ia diasuh oleh
kakeknya Abdul Muthalib. Setelah kakeknya meninggal ia diasuh juga oleh
pamannya yaitu Abu Talib. Nabi
Muhammad kemudiannya menikah dengan Siti Khadijah ketika ia berusia 25 tahun.
Ia pernah menjadi penggembala kambing.
Nabi Muhammad pernah diangkat menjadi hakim.pada usia 35 tahun,
kota mekkah dilanda banjir, Ia tidak menyukai suasana kota Mekah yang dipenuhi
dengan masyarakat yang memiliki masalah sosial yang tinggi. Selain menyembah
berhala, masyarakat Mekah pada waktu itu juga mengubur bayi-bayi perempuan.
Nabi Muhammad banyak menghabiskan waktunya dengan menyendiri di gua Hira untuk
mencari ketenangan dan memikirkan masalah penduduk Mekah. Ketika Nabi Muhammad
berusia 40 tahun, ia didatangi oleh Malaikat Jibril. Setelah itu ia mengajarkan
ajaran Islam secara diam-diam kepada orang-orang terdekatnya yang dikenal
sebagai "as-Sabiqun al-Awwalun(Orang-orang pertama yang memeluk agama
Islam)" dan selanjutnya secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekah,
setelah turun wahyu al-quran surat al hijr ayat 94.
Pada tahun 622, Nabi Muhammad dan pengikutnya pindah dari Mekah ke Madinah. Peristiwa
ini dinamai Hijrah. Semenjak peristiwa itu dimulailah
Kalender Islam atau kalender Hijriyah.
Penduduk Mekah dan Madinah ikut berperang bersama Nabi Muhammad
saw. dengan hasil yang baik walaupun ada di antaranya kaum Islam yang tewas.
Lama kelamaan para muslimin menjadi lebih kuat, dan berhasil menaklukkan Kota
Mekah. Setelah Nabi Muhammad s.a.w. wafat, seluruh Jazirah Arab di bawah
penguasaan Islam.
Secara umum Sejarah Islam setelah meninggalnya Nabi Muhammad
telah berkembang secara luas di seluruh dunia.Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah boleh dikatakan penyambung kekuatan Islam setelah pemerintahan Khulafaur
Rasyidin.
·
632 M - Wafatnya Nabi Muhammad dan Abu
Bakardiangkat menjadi khalifah. Usamah bin Zaidmemimpin
ekspedisi ke Syria. Perang terhadap orang yang murtad yaitu
Bani Tamim dan Musailamah al-Kadzab.
·
636 M - Peperangan di Ajnadin atas tentara Romawi sehingga Syria, Mesopotamia, dan Palestina dapat ditaklukkan. Peperangan dan penaklukan
Kadisia atas tentara Persia.
·
638 M - Penaklukan Baitulmuqaddis oleh tentaraIslam. Peperangan dan penkalukan Jalula atas
Persia.
·
640 M - Kerajaan Islam Madinah mulai membuat mata uang Islam.
Tentara Islam megepung kota Alfarma, Mesir dan menaklukkannya.
·
647 M - Angkatan Tentara Laut Islam didirikan & diketuai oleh
Muawiyah Abu Sufyan. Perang di laut melawan angkatan laut Byzantium.
·
656 M - Utsman mati akibat dibunuh. Ali
bin Abi Talibdilantik menjadi khalifah. Terjadinya Perang Jamal.
·
657 M - Ali bin Abi Thalib memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Kufah. Perang
Shifinmeletus.
·
659 M - Ali bin Abi Thalib menyerang kembali Hijazdan Yaman dari Muawiyah. Muawiyah
menyatakan dirinya sebagai khalifah Damaskus.
·
661 M - Ali bin Abi Thalib mati dibunuh. Pemerintahan Khulafaur
Rasyidin berakhir. Hasan (Cucu Nabi Muhammad) kemudian diangkat sebagai
Khalifah ke-5 Umat Islam menggantikan Ali bin Abi Thalib.
·
661 M - Setelah sekitar 6 bulan Khalifah Hasan memerintah, 2
kelompok besar pasukan Islam yaitu Pasukan Khalifah Hasan di Kufah dan pasukan
Muawiyah di Damsyik telah siap untuk memulai suatu pertempuran besar. Ketika
pertempuran akan pecah, Muawiyah kemudian menawarkan rancangan perdamaian
kepada Khalifah Hasan yang kemudian dengan pertimbangan persatuan Umat Islam,
rancangan perdamaian Muawiyah ini diterima secara bersyarat oleh Khalifah Hasan
dan kekhalifahan diserahkan oleh Khalifah Hasan kepada Muawiyah. Tahun itu
kemudian dikenal dengan nama Tahun Perdamaian/Persatuan Umat (Aam Jamaah)
dalam sejarah Umat Islam. Sejak saat itu Muawiyah menjadi Khalifah Umat Islam
yang kemudian dilanjutkan dengan sistem Kerajaan Islam yang pertama yaitu
pergantian pemimpin (Raja Islam) yang dilakukan secara turun temurun (Daulah
Umayyah) dari Daulah Umayyah ini kemudian berlanjut kepada Kerajaan-Kerajaan
Islam selanjutnya seperti Daulah Abbasiyah, Fatimiyyah, Usmaniyah dan
lain-lain.
·
679 M - Penyerangan Konstantinopel yang kedua namun gagal karena
Muawiyah meninggal pada tahun 680.
·
814 M - Perang saudara antara Al-Amin dan Al-Ma'mun.
Al-Amin terbunuh dan Al-Ma'mun menjadi khalifah.
·
1055 M - Baghdad diserang oleh tentara Turki
Seljuk. Pemerintahan Abbasiyyah-Seljuk dimulai, yang berdiri sampai
tahun 1258 ketika tentara Mongolmemusnahkan
Baghdad.
·
1187 M - Salahuddin
Al-Ayubbi menaklukkanBaitulmuqaddis dari tentera Salib. Perang Salib ketiga
berlaku.
·
1258 M - Pasukan Mongol menyerang dan memusnahkan Baghdad. Ribuan penduduk terbunuh.
Runtuhnya Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah-Seljuk.
·
1260 M - Kebangkitan Islam. Kerajaan Bani Mamluk di Mesir (merupakan
pertahanan Islam yang ketiga terakhir setelah Makkah & Madinah) pimpinan
SultanSaifuddin Muzaffar Al-Qutuz mengalahkan pasukan Mongol di dalam
pertempuran di Ain Jalut.
·
1299 M - Sebuah wilayah pemerintahan kecil Turki di bawah Turki Seljuk didirikan di barat Anatolia.
·
1453 M - Konstantinopel ditaklukkan oleh tentara Islam pimpinan Sultan Muhammad al-Fatih. Berakhirnya Kerajaan
Byzantium.
·
1826 M - Pembunuhan massal tentara elit Janissari.
Kekalahan tentera laut Uthmaniyyah di Navarino.
Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau 7 Masehi, meskipun
dalam frekuensi yang tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan para
pedagang muslim yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk beberapa waktu.
Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung
Melayu dan Nusantara, yang
berlangsung beberapa abad kemudian.
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses
perdagangan, pendidikan dan lain-lain.
Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
Muhammad mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan pada pemerintahan Islam. Muhammad kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan memperluas wilayahnya.
Setelah Muhammad wafat pada tahun 632, proses menyebarluaskan Islam dilanjutkan oleh para kalifah yang ditunjuk Muhammad.
Sampai tahun 750, wilayah Islam telah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Afrika Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol, Asia Kecil, Rusia, Afganistan, dan daerah-daerah di Asia Tengah. Pada masa ini yang memerintah ialah Bani Umayyah dengan ibu kota Damaskus.
Pada tahun 750, Bani Umayyah dikalahkan oleh Bani Abbasiyah yang kemudian memerintah sampai tahun 1258 dengan ibu kota di Baghdad. Pada masa ini, tidak banyak dilakukan perluasan wilayah kekuasaan. Konsentrasi lebih pada pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Baghdad menjadi pusat perdagangan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, kekuasaan Islam terpecah. Perpecahan ini mengakibatkan banyak wilayah yang memisahkan diri. Akibatnya, penyebaran Islam dilakukan secara perorangan. Agama ini dapat berkembang dengan cepat karena Islam mengatur hubungan manusia dan TUHAN. Islam disebarluaskan tanpa paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya.
Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.
a. Peranan Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang
peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia
maupun para pedagang Indonesia.
Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.
Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
b. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai.
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).
c. Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
3. Kapan dan dari mana Islam Masuk Indonesia
Sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah memiliki hubungan dagang dengan penduduk Indonesia. Namun demikian, kapan tepatnya Islam hadir di Nusantara?
Masuknya Islam ke Indonesia menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.
Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297.
Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid
Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.
Maulana Malik Ibrahim (1)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n
Sunan Ampel (2)
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n
Sunan Giri (3)
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.n
Sunan Bonang (4)
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n
Sunan Kalijaga (5)
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n
Sunan Gunung Jati (6)
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.n
Sunan Drajat (7)
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun
Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk.
Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.n
Sunan Kudus (8)
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.n
Sunan Muria (9)
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
SUNAN GUNUNG JATI
1. Asal Usul Sunan Gunung Jati
Dalam usia yang begitu muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir tapi anak yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.
Sewaktu berada di negeri Mesir
Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulam besar didaratan timur tengah.
Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah
leluhurnya yaitu Jawa ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.
2. Perjuangan Sunan Gunung Jati
Sering kali terjadi kerancuan antara
nama Fatahillah dengan Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati.
Orang menganggap Fatahillah dan Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang
benar adalah dua orang. Syarif Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang
penyebar Islam di Jawa Barat yang kemudian disebut Sunan Gunung Jati. Sedangkan
Fatahillah adalah seorang pemuda Pasai yang dikirim Sultan Trenggana membantu
Sunan Gunung Jati berperang melawan Portugis. Bukti bahwa Fatahillah bukan
Sunan Gunung Jati adalah makam dekat Sunan Gunung Jati yang ada tulisan Tubagus
Pasai adalah Fathullah atau Fatahillah atau Faletehan menurut Lidah Orang
Portugis......
Syarif Hidayatullah dan ibunya
Syarifah Muda’im datang ke negeri Caruban Larang Jawa Barat pada tahun 1475
sesudah mampir dahulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah pengalaman. Kedua
orang itu disambut gembira oleh Pangeran Cakrabuana dan keluarganya. Syekh
Datuk Kahfi sudah wafat, guru Pangeran Cakrabuana dan Syarifah Muda’im itu
dimakamkan di Pasambangan. Dengan alasan agar selalu dekat dengan makam
gurunya. Syarifah Muda’im minta diizinkan tinggal di Pasambangan atau Gunung
Jati.
Syarifah Muda’im dan puteranya
Syarif Hidayatullah meneruskan usaha Syekh Datuk Lahfi. Sehingga kemudian hari
Syarif Hidayatullah terkenal sebagai Sunan Gunung Jati. Tibalah saat yang
ditentukan, pangeran Cakrabuana menikahkan anaknya yaitu Nyi Pakungwati dengan
Syarif Hidayatullah. Selanjutnya yaitu pada tahun 1479 karena usia lanjut
pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaan negeri Caruban kepada Syarif
Hidayatullah dengan gelar Susuhan yaitu orang yang dijunjung tinggi.
Disebutkan, pada tahun pertama
pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi
kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tetapi
tidak mau. Meski Prabu Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi
cucunya menyiarkan agama Islam di wilayah Pajajaran.
Syarif Hidayatullah kemudian
melanjutkan perjalanannya ke Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam
dikarenakan banyaknya saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke
tempat itu. Kedatangan Syarif Hidayatullah disambut baik oleh Adipati Banten.
Bahkan Syarif Hidayatullah dijodohkan dengan puteri Adipati Banten yang bernama
Nyi Kawungten. Dari perkawinannya inilah kemudian Syarif Hidayatullah
dikaruniai dua orang putera yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingking.
Dalam menyebarkan agama Islam di tanah jawa, Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati tidak bekerja sendirian, beliau sering bermusyawarah dengan anggota
para wali lainnya di mesjid Demak. Bahkan disebutkan beliau juga membantu
berdirinya mesjid Demak.
Dari pergaulannya dengan Sultan
Demak dan para wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan
Kesultanan Pakungwati dan ia memploklamirkan diri sebagai raja yang pertama
dengan gelar Sultan. Dengan berdirinya Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi
mengirim upeti kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh.
Dengan bergabungnya prajurit dan
perwira pilihan ke Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan
Pakungwati. Daerah-daerah lain seperti: Surakanta, Japura, Wanagiri, Telaga dan
lain-lain menyatakan diri menjadi wilayah Keslutanan Cirebon. Lebih-lebih
dengan diperluasnya Pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah Kasultanan
Cirebon. Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan.
Diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin
dengan pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka
jalinan antara Cirebon dan negeri Cina makin erat.
Bahkan Sunan Gunung Jati pernah
diundang ke negeri Cina dan kawin dengan puteri Kaisar Cina bernama puteri Ong
Tien. Kaisar Cina pada saat itu dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan
perkawinan itu sang Kaisar ingin menjalin erat hubungan baik antara Cirebon dan
negeri Cina, hal ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk dimanfaatkan
dalam dunia perdagangan.
Sesudah kawin dengan Sunan Gunung
Jati, puteri Ong Tien diganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. Kaisar
ayah puteri Ong Tien ini membekali puterinya dengan harta benda yang tidak
sedikit. Sebagian besar barang-barang peninggalan puteri Ong Tien yang dibawa
dari negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang
aman. Istana dan Mesjid Cirebon kemudian dihiasi lagi dengan motif-motif hiasan
dinding dari negeri Cina.
Mesjid Agung Sang Ciptarasa dibangun
pada tahun 1980 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau isteri Sunan Gunung
Jati. Dari pembangunan mesjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali
Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan
itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai
lambang persatuan umat. Selesai membangun mesjid, diteruskan dengan membangun
jalan raya yang menhubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya
untuk memperluas pengembangan Islam diseluruh tanah pasundan. Prabu Siliwangi
hanya bisa menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas
itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah semakin terhimpit.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah,
hatinya marah sekali diperlakukan seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu
undangan menertawakan kekonyolan itu, diapun semakin malu. Hampir saja Roroyono
ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis itu adalah puteri gurunya.
Pada tahun 1511 Malaka diduduki oleh
bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin memperluas kekuasaannya ke pulau
jawa. Pelabuhan sunda kelapa yang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku
penjajahan. Demak Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan nusantara.
Oleh karena itu Raden Patah mengirim adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor
untuk menyerang Portugis di Malaka. Ada salah seorang pejuang Malaka yang ikut
ke tanah jawa yaitu Fatahillah. Ia bermaksud meneruskan perjuangannya di tanah
jawa. Dan dimasa Sultan Trenggana ia diangkat menjadi panglima perang.
Pengalaman adalah guru yang terbaik,
dari pengalamannya bertempur di Malaka tahulah Fatahillah titik-titik lemah
tentara dan siasat Portugis. Itu sebabnya dia dapat memberi komando dengan
tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya
Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka, sedang tentara
Pajajaran cerai berai tak menentuk arahnya.
Selanjutnya Fatahillah ditugaskan
mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan
Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah dibantu putera
Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran Sebakingking. Dikemudian hari Pangeran
Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.
Kurang lebih sekitar tahun 1479,
Sunan Gunung Jati pergi ke daratan Cina dan tinggal didaerah Nan King. Di sana
ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil.
Daratan Cina sejak lama dikenal
sebagai gudangnya ilmu pengobatan, maka disanalah Sunan Gunung Jati juga
berdakwah dengan jalan memanfaatkan ilmu pengobatan. Beliau menguasai ilmu
pengobatan tradisional. Disamping itu , pada setiap gerakan fisik dari ibadah
Sholat sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur,
terutama bila seseorang mau mendirikan Sholat dengan baik, benar lengkap dengan
amalan sunah dan tuma’ninahnya. Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak
makan daging babi yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan sholat lima
waktu, maka orang yang berobat kepada Sunan Gunung Jati banyak yang sembuh
sehingga nama Gunung Jati menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri naga itu Sunan Gunung Jati
berkenalan dengan Jenderal Ceng Ho dan sekretaris kerajaan bernama Ma Huan,
serta Feis Hsin, ketiga orang ini sudah masuk Islam. Pada suatu ketika Sunan
Gunung Jati berkunjung ke hadapan kaisar Hong Gie, pengganti kaisar Yung Lo
dengan puteri kaisar yang bernama Ong Tien. Menurut versi lain yang mirip
sebuah legenda, sebenarnya kedatangan Sunan Gunung Jati di negeri Cina adalah
karena tidak sengaja. Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan sholat
tahajjud. Beliau hendak sholat di rumah tetapi tidak khusu’ lalu beliau sholat
di mesjid, di mesjid juga belum khusu’. Beliau heran padahal bagi para wali,
sholat tahajjud itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Kemudian Sunan Gunung Jati sholat diatas perahu dengan khusu’.
Bahkan dapat tidur dengan nyenyak setelah sholat dan berdo’a.
Ketika beliau terbangun beliau
merasa kaget. Daratan pulau jawa tidak nampak lagi. Tanpa sepengetahuannya
beliau telah dihanyutkan ombak hingga sampai ke negeri Cina. Di negeri Cina
beliau membuka praktek pengobatan. Pendudu Cina yang berobat disuruhnya
melaksanakan sholat. Setelah mengerjakan sholat mereka sembuh. Makin hari
namanya makin terkenal, beliau dianggap sebagai sinshe yang berkepandaian
tinggi terdengar oleh kaisar. Sunan Gunung Jati dipanggil keistana, kaisar
hendak menguji kepandaian Sunan Gunung Jati sebagai tabib dia pasti dapat
mengetahui mana seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua orang puteri kaisar disuruh
maju. Seorang diantara mereka sudah bersuami dan sedang hamil muda atau baru
dua bulan. Sedang yang seorang lagi masih perawan namun perutnya diganjal
dengan bantal sehingga nampak seperti orang hamil. Sementara yang benar-benar
hamil perutnya masih kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum
hamil. Hai tabib asing, mana diantara puteriku yang hamil? Tanya kaisar.
Sunan Gunung Jati diam sejenak. Ia
berdoa kepada Tuhan.
Hai orang asing mengapa kau diam?
Cepat kau jawab! Teriak kaisar Cina.
Dia! Jawab Sunan Gunung Jati sembari
menunjuk puteri Ong Tien yang masih Perawan. Kaisar tertawa terbahak-bahak
mendengar jawaban itu. Demikiann pula seluruh balairung istana kaisar.
Namun kemudian tawa mereka terhenti,
karena puteri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutya.
Ayah! Saya benar-benar hamil.
Maka gemparlah seisi istana.
Ternyata bantal diperut Ong Tien telah lenyap entah kemana. Sementara perut
puteri cantik itu benar-benar membesar seperti orang hamil.
Kaisar menjadi murka. Sunan Gunung
Jati diusir dari daratan Cina. Sunan Gunung Jati menurut, hari itu juga ia pamit
pulau ke pulau jawa. Namun puteri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta
kepada Sunan Gunung Jati maka dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan
menyusul Sunan Gunung Jati ke pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan
puterinya menyusul Sunan Gunung Jati ke pulau Jawa. Puteri Ong Tien dibekali
harta benda dan barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas dan
permata. Puteri cantik itu dikawal oleh tiga orang pembesar kerajaan yaitu Pai
Li bang seorang menteri negara. Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien. Pai Li Bang
adalah salah seorang murid Sunan Gunung Jati tatkala beliau berdakwah di Cina.
Dalam pelayarannya ke pulau jawa,
mereka singgah di kadipaten Sriwijaya. Begitu mereka datang para penduduk
menyambutnya dengan meriah sekali. Mereka merasa heran.
Ada apa ini? Pai Li Bang bertanya
kepada tetua masyarakat Sriwijaya.
Tetua masyarakat balik bertanya.
Siapa yang bernama Pai Li Bang?
Saya sendiri, jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang digotong penduduk
diatas tandu. Dielu-elukan sebagai pemimpin besar. Dia dibawa ke istana
Kadipaten Sriwijaya.
Setelah duduk dikursi Adipati, Pai
Li Bang bertanya, sebenarnya apa yang terjadi?
Tetua masyarakat itu menerangkan.
Bahwa adipati Ario Damar selaku pemegang kekuasaan Sriwijaya telah meninggal
dunia. Penduduk merasa bingung mencari penggantinya, karena putera Ario Damar
sudah menetap di Pulau Jawa. Yaitu Raden Fatah dan Raden Hasan.
Dalam kebingungan itulah muncul
Sunan Gunung Jati, beliau berpesan bahwa sebentar lagi akan datang rombongan muridnya
dari negeri Cina, namanya Pai Li Bang. Muridnya itulah yang pantas menjadi
pengganti Ario Damar. Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara di
negeri Cina.
Setelah berpesan begitu Sunan Gunung
Jati meneruskan pelayarannya ke pulau jawa. Pai Li Bang memang muridnya. Dia
semakin kagum dengan gurunya yang ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu
kalau dia bakal menyusul ke pulau jawa. Pai Li Bang tidak menolak keinginan
gurunya, dia bersedia menjadi adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya Sriwijaya
maju pesat sebagai kadipaten yang paling makmur dan aman. Setelah Pai Li Bang
meninggal dunia maka nama kadipaten Sriwijaya diganti menjadi nama kadipaten
Pai Li Bang, dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang
Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih dikenal dengan sebutan
Palembang hingga sekarang.
Sementara itu puteri Ong Tien
meneruskan pelayarannya hingga ke pulau jawa. Sampai di Cirebon dia mencari
Sunan Gunung Jati, tapi Sunan Gunung Jati sedang berada di Luragung. Puteri
itupun menyusulnya. Pernikahan antara puteri Ong Tien denga Sunan Gunung Jati
terjadi pada tahun 1481, tapi sayang pada tahun 1485 puteri Ong Tien meninggal
dunia. Maka jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon jangan
lah merasa heran disana banyak ornamen cina dan nuansa cina lainnya. Memang
ornamen dan barang-barang antik itu berasal dari cina.
Wali songo selalu bermusyawarah
apabila menghadapi suatu masalah pelik yang berkembang di masyarakat. Termasuk
kebijakan dakwah yang mereka lakukan kepada masyarakat jawa.
Mula-mula sunan Ampel tidak setuju atas cara dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Namun Sunan Kudus mengajukan pedapatnya. Saya setuju dengan
pendapat Sunan Kalijaga, bahwa adat istiadat lama yang masih bisa
diarahkan kepada agama tauhid maka kita akan memberikannya warna Islami. Sedang
adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus ke arah kemusyrikan kita
tinggal sama sekali. Sebagai misal, gamelan dan wayang kulit, kita bisa
memberinya warna Islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang
kekuatiran kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa dibelakang hari
akan ada orang yang menyempurnakannya.
Adanya dua pendapat yang seakan
bertentangan tersbut sebanarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan
Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar Islam cepat diterima oleh orang jawa, dan
ini terbukti, dikarenakan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat
lama yang dapat ditolerir Islam maka penduduk jawa banyak yang
berbondong-bondong masuk agama Islam. Pada prinsipnya mereka mau menerima Islam
dengan lebih dahulu dan sedikit demi sedikit kemudian mereka akan diberi
pengertian akan kebersihan tauhid dalam iman mereka.
Sebaliknya, adanya pendapat Sunan
Ampel yang menginginkan Islam harus disiarkan dengan murni dan konsekuen juga
mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat umat semakin
berhati-hari menjalankan syariat agama secara benar dan bersih dari segala
macam bid’ah. Inilah jasa Sunan Ampel yang sangat besar, dengan peringatan
inilah beliau telah menyelamatkan aqidah umat agar tidak tergelincitr ke lembah
musyrik.
Oleh: T.A. Sakti
Meski Gema Tahun Budaya 2004 yang sudah lebih dua bulan dicanangkan masih amat sepi, namun saya tetap ingin meramaikannya dengan saran-saran dalam tulisan singkat ini. Berpedoman pada agenda Tahun Budaya 2004, bahwa Pemda NAD berprinsip : “tidak satu pun khazanah kebudayaan Aceh yang hampir punah tidak bisa dilestarikan dan diselamatkan. Meskipun saat ini adanya di Negeri Belanda” (Serambi Indonesia, Selasa 24 Februari 2004 halaman1), maka pada kesempatan ini saya ingin membicarakan masalah asal-usul sebagian Wali Songo (Wali Sembilan), yang sekarang kuburan-kuburan beliau berada di pulau Jawa.
Memang amat sedikit para pemulis sejak era Republik Indonesia yang mengkaji asal-usul Wali Songo secara tuntas. Di antara yang sedikit itu tersebutlah Prof. Dr.Hamka, Solichin Salam, Prof. A. Hasjmy dan H. Rosihan Anwar. Kalau merujuk kepada pendapat para pengarang tersebut di atas serta beberapa tulisan lepas lainnya, maka dapat disimpulkan bahwa enam orang dari Sembilan Wali (Wali Songo) yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa adalah berasal dari Aceh(Kerajaan Samudera Pasai).. Beliau-beliau itu adalah: . Maulana Malik Ibrahim, 2. Malik Ishak (Sunan Giri), 3. Ali Rahmatullah/Raden Rahmat (Sunan Ampel), 4. Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), 5. Masaih Munad (Sunan Drajat), dan 6. Syarief Hidayatullah/Fatahillah (Sunan Gunung Jati).
Pada peringantan Malam Israk Mikraj tahun 1988, wartawan senior H. Rosihan Anwar menjelaskan lewat TVRI-Jakarta dan beberapa suratkabar; antara lain sebagai berikut: “Masuknya Islam ke Jawa adalah karena usaha juru dakwah dari Pasai. Dari sembilan wali (Wali Songo) yang menyebarkan Islam di Jawa pada abad ke 14, ke 15 dan ke-16 Masehi, maka empat wali berasal dari Samudra Pasai, yaitu Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Wali pertama adalah Malik Ibrahim yang wafat dan dimakamkan di Gresik tahun 1419; beliau seorang saudagar Persia, berasal dari Gujarat, India.
Akan tetapi wali kedua yang muncul pada pertengahan abad ke-15 bernama Sunan Ampel atau Raden Rahmat, yang makamnya terdapat di Kampung Arab di Surabaya, berasal dari Pasai.Beliau wafat kira-kira tahun 1481. Kedua putranya, yaitu Sunan Drajat dan Sunan Bonang yang kemudian berkemukiman di Tuban dan juga menjadi Wali, pun berasal dari Pasai.
Yang terakhir dari Wali Songo adalah Sunan Gunung Jati, juga dikenal sebagai Fatahillah atau Falatehan, lahir di Basma, Pasai tahun 1490. Setelah menjadi wakil kerajaan Demak di Banten, Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon pada tahun 1552. beliau wafat tahun 1570.
Orang sedikit sekali menyadarinya, tetapi memang demikianlah faktanya. Empat dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa berasal dari Samudra Pasai”. (Lihat : “Kerajaan Islam Samudra Pasai TVRI” oleh: H. Rosihan Anwar, Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 15 Maret 1988 halaman 4/Opini).
H. Rosihan Anwar hanya menyebut empat dari sembilan wali yang berasal dari Aceh (tepatnya dari Kerajaan Samudra Pasai, yang lokasinya dekat kota Lhokseumawe – sekarang). Namun, penulis yang lain mengakui pula, bahwa Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak/Raden Paku (Sunan Giri) juga berasal dari Pasai. Beberapa sumber menyebutkan, bahwa pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin Bahian Syah (± 797 H/1395 M), sebuah Tim Dakwah Islam yang dipimpin Maulana Malik Ibrahim telah dikirimnya ke pulau Jawa.
Melacak bukti sejarah Wali Songo dan beberapa wali lainnya di Jawa cukup mudah, karena berbagai jenis sumber tersedia di sana. Lain halnya, jika kita hendak melacak jejak wali-wali tersebut ketika belum merantau ke pulau Jawa. Bagaimana kehidupan mereka semasa masih kanak-kanak di Kerajaan Samudra Pasai (di Aceh). Sultan yang mana yang sedang berkuasa saat itu?. Latar belakang apa yang menyebabkan calon-calon wali-wali itu berangkat ke Jawa? Apa, karena terpaksa?, suka rela? atau sengaja dikirim Sultan Samudra Pasai sebagai juru dakwah untuk mengembangkan agama Islam di pulau Jawa?.
Semua pertanyaan di atas hampir mustahil bisa dijawab, karena suber-sumber sejarah mengenai wali sama-sekali tidak terdapat di Aceh. Cerita rakyat, legenda, batu bersurat, kitab-kitab lama juga tidak pernah menyinggung masalah calon-calon wali tu. Jadi, perihal kehidupan wali-wali semasa masih kecil di Aceh – di Kerajaan Samudra Pasai- masih merupakan fakta sejarah yang gelap; yang entah kapan bisa terungkap?.
Sebelum masalah asal-usul Wali Songo dari Aceh semakin gelap, alangkah baiknya jika dalam tahun Budaya 2004 ini digerakkan suatu upaya untuk menelusuri sejarah wali-wali itu; mulai dari Aceh sampai pulau Jawa. Sebagai langkah awal, perlulah tempat-tempat yang dianggap terikat dengan wali-wali di Aceh agar mengabadikan nama wali (semasa kecil) di tempat itu. Bangunan Mesjid, Meunasah, Dayah-Pesantren, sekoah dsb. ;juga perlu dinamakan dengan nama-nama harum dari wali-wali tersebut.
Sebuah buku cetakan ke-4 terbitan Bandung (1996) “Seri Wali Songo” yang ditulis Arman Arroisi telah mencantumkan pendapat yang berbeda mengenai asal-usul Wali Songo. Pada buku yang dikhususkan kepada anak-anak ini, Sunan Ampel disebutkan berasal dari negeri Campa di Kamboja. Padahal dalam buku “Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa”, Grafiti Pers, Jakarta, 1986, menyebutkan Sunan Ampel berasal dari Aceh. Buku yang semula berbahasa Belanda dan telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia; ditulis oleh dua sejarawan Belanda, DR. H. J. De Graaf dan DR. TH. G. TH. Pigeaud.
Mengenai asal-usul Sunan Ampel dari Campa, kedua penulis buku ini tidak menganggap negeri Campa yang di negara Kamboja, tetapi negeri Jeumpa yang terletak diwilayah Bireuen -Aceh – sekarang.
Begitulah, bila pihak-pihak terkait di Aceh, terutama Pemda Aceh terus-menerus tidak peduli dengan upaya “mempatenkan” asal-usul sebagaian Wali Songo berasal dari Aceh, besar kemungkinan dalam waktu tidak lama lagi, sejarah asal-usul wali-wali itu akan jatuh ke daerah lain, bahkan pula ke negara lain. Ketika hal itu terjadi, maka pupuslah salah satu sebab mengapa daerah Aceh digelar negeri Serambi Mekah!!!. ( Sumber: Serambi Indonesia, 13 Juni 2004 halaman 10 – *Wacana ).
T. A. Sakti
Banda Aceh,29-4-2004.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Daftar isi
- 1 Arti Walisongo
- 2 Nama para Walisongo
- 2.1 Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
- 2.2 Sunan Ampel (Raden Rahmat)
- 2.3 Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
- 2.4 Sunan Drajat
- 2.5 Sunan Kudus
- 2.6 Sunan Giri
- 2.7 Sunan Kalijaga
- 2.8 Sunan Muria (Raden Umar Said)
- 2.9 Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
- 3 Tokoh pendahulu Walisongo
- 4 Asal usul Walisongo
- 5 Sumber tertulis tentang Walisongo
- 6 Lihat pula
- 7 Pranala luar
- 8 Referensi
Arti Walisongo
Masjid Agung Demak, diyakini sebagai salah satu
tempat berkumpulnya para wali yang paling awal.
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali
yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga
dalam bahasa
Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga
berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab
berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa,
yang berarti tempat.Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Nama para Walisongo
Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
|
|
|
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Gresik
Makam Maulana Malik Ibrahim, desa Gapura, Gresik, Jawa Timur
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22
dari Nabi
Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid
Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana
Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang
kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang
terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid
Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain
Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid
Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad
Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid
Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad
Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal
Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib,
binti Nabi Muhammad RasulullahIa diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy.[2] Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
Isteri Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama: 1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki 2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah 2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad 3. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan Yusuf. Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq [Sunan Kudus].
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Ampel
Sunan
Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi
Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin
Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa
Terakhir Dari Dinasti Ming. Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin
Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid
Ahmad Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid
Alwi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam
bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin
Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali
Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali
Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para
wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan
merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah
dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning.
Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti
Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan
Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi
Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden
Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel
dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid
Ampel, Surabaya.Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Bonang
Sunan
Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri
adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian
untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai
penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering
dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa
ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra
bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut
G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya.
Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia dimakamkan di daerah Tuban,
Jawa Timur.Sunan Drajat
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Drajat
Sunan
Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Nama asli dari sunan derajat adalah masih munat. masih munat
nantinya terkenal dengan nama sunan derajat.sunan derajat terkenal juga dengan
kegiatan sosialnya. Dialah wali yang memelopori penyatuan anak-anak yatim dan
orang sakit. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri
adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada
masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan
kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan
Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa
Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan
sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium
Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat pada 1522.Sunan Kudus
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Kudus
Sunan
Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah
Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka
binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi
Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah
bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin
Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad
Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus
memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan
Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid
Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum
penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan
Prawoto penguasa Demak, dan Arya
Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal
ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam.
Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.Sunan Giri
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Giri
Sunan
Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari
Nabi
Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari
Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri
Kedaton, Gresik;
yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia
timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal
ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan
Bima.Sunan Kalijaga
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan Kalijaga
Lukisan Sunan Kalijaga
Sunan
Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan
Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah, antara lain kesenian wayang
kulit dan tembang suluk.
Tembang suluk lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap
sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah
dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti
Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.Sunan Muria (Raden Umar Said)
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan
Muria
Sunan
Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra
dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq.
Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria
adalah adik ipar dari Sunan Kudus.Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Sunan Gunung Jati
Lukisan Sunan Gunung Jati
Gapura Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah
putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain
Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak
dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati
mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya
kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan
kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi
cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.Tokoh pendahulu Walisongo
Syekh Jumadil Qubro
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro adalah Maulana Ahmad
Jumadil Kubra / Husain Jamaluddin al akbar bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah
bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin
Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad
Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Syekh Jumadil Qubro adalah putra Husain
Jamaluddin dari isterinya yang bernama Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong
II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita
rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.[3] [4]
Asal usul Walisongo
Teori keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):- L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[5] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran
agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan
perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan
lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut
(yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan
pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah
keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
- van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah
terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan
Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan
sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan
pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di
kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena
sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW).
Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu
pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak
nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik
menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran
sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari
abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum
Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al
Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
- Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
- Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
- Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
Teori keturunan Cina (Hui)
Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Muslim.[6] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [7].
Sumber tertulis tentang Walisongo
- Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
- Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
- Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar